
Pagi ini saat menyalakan iMac, kalendernya berdentang. Wow, First Day Connect to Internet (1999) katanya.
Memori langsung flashback berlarian, ke sebuah rumah kontrakan di Pondok Bambu di tahun 1999. Masih jelas teringat pagi-pagi kemarinnya gw browsing dari kantor di Tanjung Duren untuk mencari ISP/Internet Service Provider untuk di rumah. Dari CBN (www.cbn.net.id), IndosatNet (www.indosat.net.id), Centrin Internet (www.centrin.net.id) sampai Indonet (www.indo.net.id).
Pilihan saat itu akhirnya jatuh ke indonet. Alasannnya apa, gw udah lupa hehe. Dan karena dapat mailbox dari ISP juga (dengan kuota 5 Mb kalau gak salah), gw ambil dari nama anak gw yang pertama, Ingga, sebagai alamat email gw: ingga**@indo.net.id.
Oya, sebelumnya gw ke Glodok atau Mangdu dulu ding, cari-cari modem. Waktu itu dapat modem internal US Robotics 56 Kbps yang kalau lagi dial up ke ISP bunyinya sangat khas berisiknya. Anak jaman sekarang mungkin gak kenal suara modem saat mau connect ke internet ya, kayak gini nih:
Singkat cerita, modem sudah dipasang di PC, lalu coba connect pertama kali dari rumah. Seingat gw lamaaaa banget koneknya, alias suka putus kalau udah konek. Dan speednya, tertera di status bar Windows sekitar 4.9 Kbps. Ya, kurang dari 5 kilobyte per seconds. Saat itu udah lemot banget apalagi dibandingin sama saat ini, jangan deh 🙂
Tapi dari modem itu lah gw berkenalan dengan Yahoogroups dan mailing list. Beberapa mailing list gw ikuti, sembari nanya troubleshooting untuk koneksi internet yang lambat. Jawabannya beraneka macam, tapi yang paling menyayat hati adalah jawaban untuk ‘pindah rumah aja kalau semua sudah dicoba dan kecepatannya tetap lambat.’
Eh tapi baidewai ternyata jawaban itu beneran gw lakuin lho. Menjelang akhir tahun 2000 atau sekitar 15 bulan setelah berinternet di rumah, gw sekeluarga pindah ke Jatibening sampai sekarang. Dan di rumah ini, dial up modem bekerja maksimal. Benar-benar posisi menentukan prestasi ternyata. Dari yang cuma 5 Kbps bisa menembus 48 Kbps, yang saat itu ngebut banget rasanya. Tapi ya gitu deh, jaman segitu mana ada yang unlimited internet, jadi connect dulu, download semua email, lalu matikan modem. Baca-baca, ketik email yang perlu dibalas, connect ke internet, kirim email, putusin lagi. Ya namanya juga berhemat hehehe.

And then, teknologi dan speed internet pun cepat sekali berkembang setelah itu. Dial up modem pun gw tinggalkan sejak teknologi internet nirkabel lewat handphone terasa lebih cepat, mobile dan gak gampang putus. Bisa connect di mana pun menjadi keistimewaan walau awalnya kecepatannya cuma 2G (sekitar 0,1 mbps) dan 2.5G/Edge (0,2 mbps).
Hingga kemudian saat kebutuhan untuk berlangganan TV Kabel dan unlimted internet high speed pun gak bisa ditolak. Pada tahun 2009 gw berlangganan Telkomvision, berlanjut ke First Media 2 tahun kemudian dan kini memakai Oxygen Internet di tahun 2021. Kecepatan yang awalnya hanya 10 mbps dengan Telkomvision, bertambah hingga 60 mbps dengan FM dan kini cukup nyaman dengan Oxygen Internet up to 100 mbpsnya.

Gak bisa dipungkiri, apalagi di jaman pandemi seperti sekarang, kecepatan koneksi internet seakan menjadi nafas kehidupan dari rumah, bikin kita wajib mencari provider yang -kalau bisa- murah dan cepat dan tak terbatas quota. ISP yang menerapkan harga mahal dan sering putus sambung, tentu cukup menjengkelkan. Ya gak?
Begitulah ceritanya, yang selama 2 dekade ini sudah banyak banget peningkatan pelayanan, kecepatan dan teknologi di internet yang bisa kita nikmati. Dengan layanan unlimited internet dengan speed kencang seperti saat ini, para provider internet lawas pun tentu sudah mengubah layanan-layanan mereka. Barusan gw kunjungi ISP-ISP jaman dulu di atas yang ternyata alamat situs web mereka pun sudah berubah -bukan seperti yang gw tulis itu- beberapa masih exist dengan jenis layanan dan target market yang berbeda.
Ya, mau gak mau, semua kudu berubah mengikuti perkembangan jaman..
You must be logged in to post a comment.